SEJARAH TERBENTUKNYA DESA WAKUMORO

Desa Wakumoro merupakan salah satu desa dari 7 desa 3 Kelurahan di Kecamatan Parigi, Kabupaten Muna, yang berdiri sejak tahun 1960 dengan luas wilayah 3000 KM. Desa ini mempunyai jarak 67 KM dari Ibu kota Kecamatan Parigi dan ke Kabupaten jaraknya 50 KM. Sebelum berdiri menjadi satu desa, awalnya Wakumoro hanya merupakan sebuah kampung yang disebut dengan kampo rete. Desa Wakumoro terdiri atas 2 dusun yaitu Dusun Lagholobatu dan Dusun Ghotifulu.

Asumsi masyarakat dulu bahwa Wakumoro merupakan daerah yang kosong, kemudian ada beberapa kelompok yang datang dan mendiami wilayah Wakumoro. Pada tahun 1527-1538, Sugi Manuru, Raja Muna yang ke-6, memiliki dua istri: istri pertama bernama Wa Tubapala dan istri kedua bernama Wa Ode Sarone.

Sugi Manuru menugaskan anak-anaknya untuk memimpin wilayah-wilayah kosong di wilayah Muna, khususnya di Desa Wakumoro, yang dipimpin oleh Lapana, anak pertama dari istri keduanya. La Pana melakukan berbagai cara agar wilayah tersebut memiliki masyarakat yang mendiami Desa Wakumoro. Masyarakat pertama yang mendiami Desa Wakumoro adalah Suku Moro yang berasal dari Filipina, dengan ciri khas kulit hitam. Nama Desa Wakumoro berasal dari suku tersebut, dan awalan "Wa" ditambahkan sebagai bagian dari budaya Muna, meskipun "Wakumoro" tidak memiliki arti khusus dalam bahasa Muna.

Pada zaman Lapana, Desa Wakumoro mengalami kemarau ekstrim selama 12 bulan yang menyebabkan krisis pangan dan angka kematian yang tinggi, sekitar 95-97% dari jumlah penduduk. Banyaknya mayat yang tak terurus menumbuhkan jamur yang disebut "No Rete", mirip dengan kulit manusia. Untuk mengusir bencana, diadakan ritual tolak bala dengan menyembelih burung nuri di sebelah selatan mata air yang disebut "Betano Kulili" (kuburan jenazah). Ritual ini melibatkan mantra-mantra dan sesajian dengan kearifan lokal.

Ritual tersebut disepakati untuk dilaksanakan dua kali setahun, dikenal sebagai "Kabahano Bara" dan "Kabahano Timbu", yang menandai pergantian musim barat dan musim timur. Setelah musibah berlalu dan hujan turun, kehidupan di Desa Wakumoro perlahan kembali normal, dan ritual ini tetap dilaksanakan sebagai langkah pencegahan.